Great Man is (not) Super Man!

Diposting oleh Haddad Sammir

Great Man, terdiri dari dua kata: “great” dan “man”. Gunakan alat bahasa google (google language tool) maka great dapat berarti:

noun
1.jago
2.juara

adjective
1.besar
2.raya
3.kece
4.penting
5.akrab
6.aziz
7.baik
8.hebat
9.termasyhur
10.terkenal
11.agung
12.panjang
13.tinggi
14.maha

dan man dapat berarti:

noun
1.laki-laki
2.lelaki
3.pria
4.wira
5.laki-laki dewasa
6.suami
7.biji catur
8.insan
9.orang
10.manusia

verb
1.mengawaki
2.melayani

interjection
1.aduh!
Untuk kasus ini, aku artikan “great man” sebagai: “pria hebat”.

Dalam sebuah malam bersama seorang brother aku berbincang mengenai “be a man”. Entah mengapa perbincangan mengarah kesana, padahal sepuluh menit yang lalu kami membicarakan perbandingan Total Cost Ownership layanan sistem proprietary dibandingkan dengan opensource dan Software as a Service (SaaS). Kami sibuk menghitung perbandingan harga per waktu serta return on investment seandainya menerapkan salah satu metoda.

Mungkin kareka kami membincangkan Eric Schmidt, CEO Google, perbincangan mengarah kepada “bagaimana pria-pria hebat tercipta”. Ya ... tercipta. Kami sadar setiap manusia membawa hadiah Tuhan dari lahir, apakah itu kecerdasan, kekayaan atau ketampanan, tapi kami yakin: apa pun bisa diraih. Tuhan maha adil. Dunia ini tidak hanya diciptakan untuk orang yang cerdas, kaya atau tampan. Karena itu: “great men are made!!”.

Sekarang yang jadi pertanyaan adalah: ”how to be a great man?”

Pernah ada iklan di televisi yang menceritakan menjadi seorang pria, dimana pria itu harus 3M: Matang, mapan, menarik. Aku mulai bergerak dari kasus ini. Ya, wanita mana yang tidak tertarik dengan kualitas diatas. Kualitas 3M memastikan seorang wanita mendapatkan hampir apa pun yang diinginkannya. Mulai dari kebahagiaan memiliki pendamping yang stabil secara emosional. Stabil secara finansial dan tentu saja prestise dimata wanita yang lain saat menggandeng pria yang menarik.

Matang. Matang adalah kualitas paling sulit dari 3M. Matang tidak bisa dibeli atau dicapai dalam waktu singkat. Menjadi matang adalah sebuah proses. Umumnya pria lebih lambat mencapai kematangan dibandingkan umumnya wanita (tolong perhatikan kata “umumnya”, aku tidak berani melakukan generalisasi). Seorang wanita yang berumur sembilan belas tahun mungkin sudah memikirkan masa depannya. Menyelesaikan studi dan mendapatkan posisi pada karirnya serta berkeluarga.

Lain halnya dengan pria yang katakanlah tiga tahun lebih tua, pada usia dua puluh dua tahun seorang pria mungkin belum memikirkan apa yang harus dilakukannya. Apa rancangan terbaik dalam hidupnya untuk menghadapi usia enam puluh tahun. Perencanaan keuangan untuk memulai hidup barunya. Biaya sehari-hari, pendidikan anak dengan tingkat kenaikan sekian persen per tahun. Biaya tak terduga untuk skenario terburuk. Program keluarga berencana untuk memastikan usia anak terpaut dalam jangkauan yang aman, sehingga keuangan tetap stabil jika anak-anak akan memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Belum lagi pemilihan tempat tinggal yang baik. Lokasi perumahan yang sehat dan kondusif. Pemilihan sekolah terbaik dalam skenario tertentu (hal ini penting sekali, sebenarnya ini masalah pribadi. Aku tidak ingin anak-anak ku merasakan apa yang aku rasakan sehubungan dengan pendidikan – bukannya aku benci sekolah, hanya saja aku punya caraku sendiri untuk belajar). Dan yang paling penting, dapatkah seorang pria mengatasi masalah teknis “sederhana” sehari-hari? Sebut saja memperbaiki keran air yang rusak atau menganti gagang pintu yang butuh usaha untuk memutarnya.

Menjadi matang adalah harga yang mahal. Ini bukan hanya masalah kestabilan, tapi juga masalah perencanaan.

M yang kedua adalah Mapan. Bukannya uang adalah segala-galanya. Tapi uang adalah alat bantu untuk mencapai kesejahteraan.

Tidak bisa dipungkiri pria mapan memberi jaminan kesejahteraan keluarga (walaupun “mungkin” tidak menjamin kebahagiaan). Menjadi mapan adalah keharusan karena akan memberi kemudahan dalam hidup.

Menarik adalah M yang ketiga. Aku tidak habis pikir mengapa “menarik” diletakkan pada posisi terakhir, sedangkan pada banyak kasus, menarik menjadi prioritas dibandingkan mapan dan matang. Kalau boleh aku koreksi, mungkin susunannya lebih seperti ini: menarik, mapan, matang.

Tapi kita fokus kepada skenario yang sudah ada, menarik terletak pada urutan terakhir.

Sejujurnya aku tidak bisa menentukan standar pria menarik karena aku *sama sekali tidak tertarik pada pria*. Kalau Anda bertanya siapa wanita menarik menurutku, aku akan jawab “Liv Tyler”. Sebenarnya aku menyukai karakternya sebagai “Lady Arwen” dalam film Lord of the Rings (wanita high elf punya kualitas: cerdas, bijaksana dan menawan).

Oleh karena itu, aku mengambil beberapa sampel “pria menarik” versi majalah “People”.

PATRICK DEMPSEY
GEORGE CLOONEY
ASHTON KUTCHER
TAYE DIGGS
JOHNNY DEPP
JOSH DUHAMEL
ENRIQUE MURCIANO

Aku punya tujuh sampel pria menarik versi majalah “People”. Sekali lagi ini versi majalah People.

Ada kesamaan yang aku temukan dari pria-pria menarik versi majalah people (selain sama-sama artis tentunya). Salah satunya adalah “sukses dan terkenal”, memiliki tubuh atletis / ideal. Dan entah ini hanya perasaanku saja, pria-pria itu punya wajah yang berkarakter. Aku melihat dari bentuk alis matanya, bentuk rahang dan tulang pipinya.

Johnny Depp punya mata yang indah. George Clooney punya pandangan yang teduh. Sedangkan Ashton Kutcher punya rahang yang kuat.

Yang jelas, dari sampel yang aku punya, aku menemukan sebagian besar pria menarik adalah “pria”. Ia *tidak manis*, kerutan dahi, tulang pipi dan bentuk rahangnya bercerita bahwa ia adalah “pria”.

Tapi ada kasus yang aku temui ketika aku melihat lebih banyak sampel di dunia nyata bahwa menarik dapat diartikan “serasi”. Baik pria maupun wanita yang terlihat menarik, adalah yang mampu menghadirkan keserasian dalam penampilannya. Apakah itu pakaian yang serasi dengan bentuk tubuhnya, model rambut yang serasi dengan wajahnya. Aksesoris yang serasi. Intinya adalah serasi. Tak peduli apakah Anda terlahir menarik, tetapi jika mampu menghadirkan keserasian, maka akan terlihat menarik. Tapi ini hanya pengamatanku saja.

Menarik adalah masalah rasa. Lebih dari itu, terkadang dibentuk dari persepsi. Otak kita melakukan asosiasi unik untuk setiap objek yang diamati. Entah mengapa aku mudah tergoda dengan wanita cerdas. Anehnya aku melihat dan mengagumi wanita dari hal-hal yang *tidak umum* diamati oleh pria. Ini masalah persepsi.

Aku tidak bisa mengambil kesimpulan mengapa seorang pria terlihat menarik bagi sebagian wanita. Wanita punya asosiasi yang tidak bisa dijelaskan logika. Salah satu data yang bisa diambil menurut saya adalah profile “Play Boy Play Mates”. Seorang Play Mate menyukai pria yang bisa diajak melakukan percakapan cerdas, ada yang menyukai pria yang memiliki kepercayaan diri tinggi, ada yang menyukai pria dengan bahu yang kokoh, bahkan ada yang menyukai pria yang mengenakan sepatu yang bagus.


Lalu apakah dengan memiliki kualitas 3M berarti telah memiliki kualitas “pria hebat”? Sejauh ini aku melihat tergantung kepada “kualitas” matang, mapan dan menarik itu sendiri.

Aku kutip beberapa komentar mengenai “bagaimana menjadi pria hebat”:

“ Great men are made...So to become great you must make yourself great. This can be achieved by giving yourself many, many choices in life “

Menjadi pria hebat harus dimulai dengan menjadikan diri kita hebat. Menjadi hebat dapat dicapai dengan memberikan diri kita sebanyak-banyak mungkin pilihan. Sehingga kita bisa mempersiapkan sebanyak-banyak mungkin peluang untuk menjadi hebat.

Papa ku pernah berkata “kalau ingin pergi berperang sediakanlah panah, tombak dan pedang serta apapun yang akan membantu dalam perperangan. Kita mungkin tidak akan menggunakan semuanya, tapi dengan memilikinya berarti kita menjamin peluang kemenangan yang lebih besar. Lebih baik memilikinya disaat kita tidak membutuhkannya dari pada tidak memilikinya disaat kita membutuhkannya”.

“ Great men are made, in part by the choices you make and in part by the pressures life will throw at you “

Pilihan kita menentukan siapa kita. Ada yang bilang “hidup adalah pilihan”. Tujuan yang pasti menentukan apa yang akan dipilih. Sampai saat ini aku menemukan bahwa membuat pilihan sebaiknya tidak tergantung pada apa-apa yang akan dipilih tetapi bergantung pada tujuan yang hendak dicapai.

“ The Character of a man is not measured so much by how he handles a situation under crisis, but how he handles the day to day things in life”

“Any man can handle a stressful situation on occasion. A REAL MAN is committed for the LONG HAUL! Stay FAITHFUL, to God, Parents, Wife, Friends, Boss, Country.”

Memang terdengar idealis, tetapi ini bukan lagi masalah 3M melainkan masalah 3K. Komitmen, konsisten, konsekuen. Bercermin pada kesalahan, aku melihat kegagalan jarang sekali diakibatkan oleh hal-hal besar, melainkan pada hal-hal kecil yang disepelekan.

Kegagalanku bukan dikarenakan aku pecandu narkoba atau berjudi dan main perempuan, tetapi karena aku melalaikan pekerjaanku. Aku tidur pada pukul empat pagi sehingga telat kuliah. Aku tidak peduli dengan pengumuman kampus dan aku tidak menjalin hubungan yang baik dengan rekan-rekan se kampus sehingga aku tidak mendapatkan informasi perkuliahan. Dan yang lebih buruknya, aku mengetahui solusi dari semua maslahku tapi tidak aku laksanakan. Kesalahanku adalah aku pemalas.
Bukan hal besar, tapi dampak negatifnya jauh lebih besar. Aku kehilangan waktu. Aku kehilangan kesempatan.


~~~

Jadi, bagaimana menjadi pria hebat? Dari semua yang aku temukan sepertinya jawabannya adalah dengan menghormati Tuhan, keluarga, sahabat dan diri sendiri. Melaksanakan setiap hal dalam hidup sebaik mungkin. Menjadikan setiap detik hidup kita berarti. Soal 3M akan datang dengan sendirinya.

Einstein dianggap sebagai pelajar yang lambat.
Thomas Alva Edison selalu mendapat nilai buruk disekolahnya.
Stephen William Hawking menderita kelumpuhan pada usia 28 tahun.

Tapi mereka adalah Pria-Pria Hebat yang Mengubah Dunia!!

Apakah mereka “matang”, Einstein menderita sindrom asperger, sebuah kondisi yang berhubungan dengan autisme. Apakah mereka “mapan”, Thomas A. Edison pada usia 12 tahun berkerja sebagai penjual koran, buah-buahan dan gula-gula dikereta api. Apakah mereka “menarik”, Stephen Hawking bahkan tidak bisa lepas dari kursi rodanya.



“Know that perfection does not exist, but there is greatness in everyone. In your own ways, you are great. So you don't have to win the Nobel Peace Prize or be the next Oprah Winnfrey to be considered "great." Learn from your mistakes, and you will grow as a person”


Links:
http://www.people.com/people/package/sma2006/gallery/0,,1539441_1559557_1,00.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Albert_Einstein
http://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_Alva_Edison
http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking


[]

* Untuk Papa, Pria paling hebat se-alam semesta.

0 komentar:

Posting Komentar