Sobat, tahukah kau aku ini orang baik? Paling tidak aku ingin jadi orang baik. Aku ingin berbuat baik kepada semua orang sebagaimana aku ingin orang lain tidak berbuat jahat kepadaku.
Aku tidak suka menghina. Aku ini orang Minang. Kami suka “ber-kias”. Kami berbicara menggunakan prinsip “kato nan ampek” (empat jenis kata – terjemahan lepas). Yaitu Kato Mandaki jika kau berbicara dengan orang yang lebih tua, Kato Manurun jika kau berbicara dengan yang lebih kecil, Kato Mandata jika kau berbicara dengan kawan sebaya serta Kato Malereng jika pembicaraan dilakukan oleh orang yang saling segan-menyegani.
Menurutku, dalam pergaulan segan menyegan di dalam masyarakat (digital) ada baiknya menggunakan kato malereng.
Dalam kato malereng, kita tidak boleh berbicara dengan secara langsung menghakimi lawan bicara kita. Kita harus berkias, meng-kias-kan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang tidak berhubungan atau tidak secara langsung menghakimi lawan bicara kita. Begitulah kami orang Minang, menjaga perasaan orang lain dan menjunjung kehormatan orang lain adalah sebuah kebahagiaan.
Kau ingat penggalan tulisan ini sobat?
Kawanku, kalau kau telah tamat SMA maka kau harus kuliah.
Sudah adat kita begitu.
Apa kata orang kampung nanti kalau kau tak kuliah?
Aku sebenarnya ingin menyampaikan pesan ku pada dunia, sebuah kritik sosial terhadap dunia pendidikan. Tapi siapalah aku ini.
Aku bukan pakar pendidikan, aku bukan profesor, bahkan kuliahpun aku belum selesai (selesai juga). Tapi ini adalah suara hatiku sobat. Dimana lagi kalau bukan disini (blog / internet) aku melepaskannya. Disinilah tempat ku bisa bersembunyi, hanya disini ku lepaskan resah hati. *1
Maka kusampaikanlah pesan-pesanku dalam bentuk kiasan. Kato Malereng kecek urang awak! (disebut kato melereng oleh orang Minang – terjemahan lepas).
~~~
Disatu sisi aku khawatir tulisanku terlalu mengguruimu. Ketahuilah sobat, tidak ada niat dihatiku untuk mengguruimu. Aku hanya ingin membagi pemikiranku bersamamu. Dan aku harap aku dapat menebarkan energi kasihku!
Dalam tulisanku yang aku kutip diatas, aku ingin menyampaikan sebuah ide mengenai “pendidikan dalam sebuah budaya”. Tapi bukan dalam arti positif!
Aku berusaha membuat kiasan yang sedemikian rupa (aku harapkan) tidak menyinggung siapa-siapa. Aku tidak suka hal-hal vulgar sobat. Ingatkah kau apa kata kawanku yang gembong mafia Italia itu? Iya sobat ... Don Corleone! Ia kan pernah bilang padaku untuk tetap santun kepada siapapun. Tidak peduli musuhmu sekalipun. Jangan berkata kasar apa lagi mengancam. Karena kata-kata kasar dan ancaman hanya akan menunjukkan betapa lemahnya dirimu!
Beberapa waktu yang lalu, aku mengeluh kepada Papa tentang komentar temanku yang beranggapan pesan-pesan ku terlalu abstrak. Bagaimana mungkin orang akan menerima pesanmu sedangkan terlalu banyak variabel tak terdefenisi dalam pesan-pesanmu. Ya ... ada benarnya. Lalu ku mintalah pendapat Papaku mengenai hal ini.
Beliau berpesan padaku “Cobalah untuk menulis dengan lebih santai. Jangan terus-terusan mengajak pembaca masuk kedalam alam pikiranmu, tapi cobalah masuk kedalam alam pikiran pembacamu!”.
Karena itu sobat, aku akan sampaikan pesan-pesanku dengan lebih terbuka. Aku tetap teliti memilih kata, tapi saat ini akan lebih longgar. Sobatku sayang, sebelumnya aku harap maafkanlah aku kalau kata-kata ku menyinggung perasaanmu.
~~~
Kutipan diatas mengkiaskan betapa pendidikan telah masuk begitu dalam kedalam budaya kita. Murid-murid bersekolah sudah bukan lagi atas tuntutan dari dalam diri, melainkan tuntutan budaya. Karena pendidikan telah menyatu dalam budaya kita.
Tidak peduli kau ingin kuliah dimana, tidak peduli apa minat dan bakatmu, yang penting kau harus kuliah. Ini sudah bukan lagi masalah tuntutan akan ilmu pengetahuan sobatku, ini adalah gaya hidup. Status sosialmu dimata masyarakat.
Paling tidak begitulah pendapatku sobat. Dari apa yang aku amati di kampung ku.
~~~
Maafkan aku kalau menyinggung perasaanmu, tak ada makhsud sedikitpun di hatiku untuk menyakitimu kawan!
Aku bukan siapa-siapa. Aku bukan orang berhasil yang membagikan pengalaman hidupnya. Aku hanyalah entitas energi di alam semesta, mencoba merangkul pundakmu, mengajakmu menari dalam gemulai tarian semesta.
*1 Steven and Coconut Treez - Kembali -
0 komentar:
Posting Komentar